Jadi Yang aku Mau - Part 1
“Kenapa baru pulang?”, tanya Ayah pada Lidya yang baru pulang kerumah. Lidya tidak langsung menjawab, dia melihat ada sosok seseorang yang baru dia lihat. “Bunda, siapa tuh?”Orang yang Lidya maksudpun berdiri dan memperkenalkan dirinya pada Lidya yang masih mengenakan seragam sekolahnya. “Aku Willy”, sembari mengulurkan tangannya.
Lidyapun meraihnya dan mulai memperkenalkan dirinya juga. Setelah selesai berkenalan Bunda menceritakan semuanya, menceritakan siapa itu Willy dan kenapa dia disana. Willy itu anak dari teman kuliah Ayah dan Bundanya dulu waktu kuliah, teman Ayah dan Bundanya itu sudah menetap di Singapura sejak Willy masuk SMP, tapi karena Willy gak begitu kerasan dan pengen banget pindah lagi ke Indonesia, jadi dia di rumah Lidya sekarang.
“Dia sekelas sama kamu! Tapi tadi dia nggak lihat kamu ada dikelas, kamu bisa jelasin itu semua?”, tanya Ayah dengan tegas.
Lidya terlihat berfikir seperti mencari-cari alasan untuk menjawab pertanyaan dari Ayahnya itu, “Ah, Ayah, Bunda, Willy, aku ke kamar dulu ya. Aku kotor aku belum mandi”. Pamit Lidya untuk menghindari pertanyaan Ayahnya dan bergegas naik ke lantai 2 rumahnya menuju kamar.
Belum sempat ia mengunci pintu kamar, Ayahnya menghentikan langkahnya dan memeriksa isi tas Lidya dan Ayahnya menemukan apa yang tidak ia sukai. “Jadi karna ini?! Hah?!!!”, Ayah mulai merobek majalah fashion yang ada di tas Lidya beserta beberapa sketsa rancangan bajunya.
Lidyapun meraihnya dan mulai memperkenalkan dirinya juga. Setelah selesai berkenalan Bunda menceritakan semuanya, menceritakan siapa itu Willy dan kenapa dia disana. Willy itu anak dari teman kuliah Ayah dan Bundanya dulu waktu kuliah, teman Ayah dan Bundanya itu sudah menetap di Singapura sejak Willy masuk SMP, tapi karena Willy gak begitu kerasan dan pengen banget pindah lagi ke Indonesia, jadi dia di rumah Lidya sekarang.
“Dia sekelas sama kamu! Tapi tadi dia nggak lihat kamu ada dikelas, kamu bisa jelasin itu semua?”, tanya Ayah dengan tegas.
Lidya terlihat berfikir seperti mencari-cari alasan untuk menjawab pertanyaan dari Ayahnya itu, “Ah, Ayah, Bunda, Willy, aku ke kamar dulu ya. Aku kotor aku belum mandi”. Pamit Lidya untuk menghindari pertanyaan Ayahnya dan bergegas naik ke lantai 2 rumahnya menuju kamar.
Belum sempat ia mengunci pintu kamar, Ayahnya menghentikan langkahnya dan memeriksa isi tas Lidya dan Ayahnya menemukan apa yang tidak ia sukai. “Jadi karna ini?! Hah?!!!”, Ayah mulai merobek majalah fashion yang ada di tas Lidya beserta beberapa sketsa rancangan bajunya.
Lidya |
Lidya mencoba mencegah tapi sudah terlambat, semuanya dirobek-robek didepan matanya dan langsung dilemparkan ke wajah Lidya, Ayah pergi meninggalkan Lura yang mulai menangis.
Dengan air mata yang mulai menetes Lidya memungut carikan-carikan kertas yang berserakan dilantai dan langsung membawanya masuk kekamar. Di kuncinya pintu rapat dan mulai membersihkan dirinya di kamar mandi.
Di ruang tengah Ayah sedang asyik main catur sama Willy dan nggak lama kemudian Bunda datang dan menyuruh mereka berhenti bermain dan pindah ke ruang makan untuk makan malam bersama-sama. Bunda juga naik ke lantai atas ke kamar Lidya untuk mengajaknya makan malam bersama, tapi Lidya menolaknya, dia nggak lapar.
“Lidya nggak ikut makan, Tante?”, tanya Willy yang sudah duduk bersama Ayah Lidya.
Bunda menggelengkan kepala.
Ayah menyuruh Bunda duduk dan membiarkan Lidya tetap diatas, tapi Bunda nggak tega dan mulai mengambilkan makanan untuk Lidya dan langsung mengantarkannya ke kamar Lidya. Lidya tidak membuka pintu kamarnya dan masih asyik mengerjakan apa yang dia sukai.
“Ya sudah, makanannya Bunda taruh di meja ini ya.”
Bunda kembali turun dan mulai menikmati makan malam bersama Ayah dan juga Willy.
Setelah selesai makan amalam bersama, Willy pamit untuk tidur karena dini hari nanti akan ada pertandingan bola tim kesayangannya. Ayah yang juga penggila bola juga pamit untuk istirahat juga.
Kamar Willy ada di sebelah kamar Lidya, waktu Willy melewati kamar Lidya dia melihat makanan yang Bunda tadi bawa untuk Lidya belum disentuh sama sekali padahal lampu kamarnya masih menyala. Willy penasaran dengan apa yang Lidya lakukan dikamar, dia mencoba mengintip sedikit lewat lubang kunci pintu dan melihat Lidya yang sedang asyik menggoreskan pensilnya di kertas dia meja belajar. Lidya sangat terlihat serius dan Willy memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Alarm Willy berbunyi, saatnya untuk bangun dan menonton pertandingan sepak bola. Dia cuci muka di kamar mandi dalam kamarnya dan keluar menuju ruang tv, saat melewati kamar Lidya dia melihat lampu kamar Lidya masih menyala dan makan malam Lidya juga masih utuh, dia mencoba mengintip Lidya lagi dan terlihat Lidya tertidur dengan melipatkan tangannya diatas meja. Willy tersenyum ringan.
Pertandingan sepak bola antara Barcelona dan MU sangat menegangkan, selesai pertandingan pemenangnya yaitu Barcelona yang merupakan tim kesayangan Willy, sedangkan MU yang dijagokan Ayah kalah.
Masih ada waktu untuk tidur sejenak, Willy menuju kekamarnya dan tak lupa mengintip kamar Lidya dulu. Lidya sudah bangun dan meneruskan kegiatannya, dan Willy nggak tahu apa yang Lidya lakukan sebenarnya di pagi buta seperti ini.
Adzan shubuh berkumandang, Ayah dan Bunda sholat berjama’ah, Willy sholat sendirian dikamar begitu pula dengan Lidya. Setelah itu Willy mempersiapkan semua perlengkapan sekolahnya.
Bunda menyuruh Willy turun untuk sarapan bersama.
“Lidya mana, Om?”, tanya Willy yang belum melihat Lidya di ruang makan.
“Jam segini dia baru bangun, pasti sekarang sedang mandi!”
Tapi apa yang Ayah katakan itu nggak dia lihat pagi ini, sebelum turun ke ruang makan Willy mengintip lagi dan melihat Lidya sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya, malahan sudah pakai sepatu juga.
Ketiganya selesai sarapan bersama dan Lidya akhirnya terlihat juga, dia berpamitan sama kedua orang tuanya dan Bunda membekalinya kotak makan yang berisi sandwich.
“Lidya berangkat dulu, takut telat!”, pamit Lidya.
“Kenapa nggak bareng sama aku aja?”, kalimat Willy tersebut menghentikan langkah lidya.
Ayah dan Bundapun menyuruh Lidya pergi bersama Willy kesekolah, lagipula Willy belum hafal jalan menuju sekolah dan jalan kembali kerumah. Lidya menolak tapi Ayahnya terus memaksa, akhirnya mereka berangkat berdua juga. Mobil warna merah milik Willy mulai memberlah jalan menuju sekolahan.
“Nggak sarapan dulu Ra?”, Willy mencoba mencairkan suasana.
Lidya menjawabnya singkat, “Nggak laper!”
Sesaat kemudian Lidya menguap, dia terlihat kurang tidur.
“Kamu tidur berapa jam tadi malem?”, tanya Willy lagi. “Aku sempet lihat kamu waktu shubuh, kamu sudah bangun! Tapi kata Tante sama Om, kamu itu bangunnya siang?”
Lidya mengarahkan pandangan tajamnya ke Willy. “Bisa diem nggak! Dan nggak usah ikut campur sama apa yang aku lakukan! Inget itu!”.
Willy tersenyum lebar.
Nggak lama kemudian keduanya sampai di sekolahan, Lidya bergegas turun dari mobil dan berjalan menuju kelas sendirian.
Arya dan teman-temannya mendekati Lidya. Arya adalah kakak kelas Lidya yang sangat-sangat menaruh hati pada Lidya, tapi sayangnya sampai sekarang Lidya masih saja mengacuhkannya.
“Pagi Lidya”, sapa Arya.
Lidya tersenyum ringan dan pergi meninggalkan Arya dan teman-temannya. Walau sering digituin Arya tetap setia suka sama Lidya. Sekarang Arya dan teman-temannya berjalan menuju parkiran ke arah Willy dan Dika, tadi Aya melihat Lidya turun dari mobil Willy dan dia nggak suka itu.
Arya langsung mendorong Willy ke arah belakang mobil Willy dan langsung mengancamnya. Arya nggak mau Willy dekat sama Lidya lagi, tapi ada satu hal yang nggak Arya tahu kalau Willy dan Lidya itu sekarang tinggal bersama dan orang tua Lidya menyuruh Lidya untuk selalu berangkat kesekolah bersama Willy.
Dika mencoba melerai tapi nggak bisa karena teman-teman Arya menghalanginya, tapi untungnya bel masuk berbunyi dan membuat semua itu terhenti sudah. Semuanya pergi kekelas masing-masing, Willy terlihat biasa-biasa saja dan terkesan nggak mempedulikan apa yang tadi Arya katakan padanya.
Apa kelanjutan dari kisah Laura, Willy dan Arya? Kita nantikan kelanjutannya ya :)
Dengan air mata yang mulai menetes Lidya memungut carikan-carikan kertas yang berserakan dilantai dan langsung membawanya masuk kekamar. Di kuncinya pintu rapat dan mulai membersihkan dirinya di kamar mandi.
Di ruang tengah Ayah sedang asyik main catur sama Willy dan nggak lama kemudian Bunda datang dan menyuruh mereka berhenti bermain dan pindah ke ruang makan untuk makan malam bersama-sama. Bunda juga naik ke lantai atas ke kamar Lidya untuk mengajaknya makan malam bersama, tapi Lidya menolaknya, dia nggak lapar.
“Lidya nggak ikut makan, Tante?”, tanya Willy yang sudah duduk bersama Ayah Lidya.
Bunda menggelengkan kepala.
Ayah menyuruh Bunda duduk dan membiarkan Lidya tetap diatas, tapi Bunda nggak tega dan mulai mengambilkan makanan untuk Lidya dan langsung mengantarkannya ke kamar Lidya. Lidya tidak membuka pintu kamarnya dan masih asyik mengerjakan apa yang dia sukai.
“Ya sudah, makanannya Bunda taruh di meja ini ya.”
Bunda kembali turun dan mulai menikmati makan malam bersama Ayah dan juga Willy.
Setelah selesai makan amalam bersama, Willy pamit untuk tidur karena dini hari nanti akan ada pertandingan bola tim kesayangannya. Ayah yang juga penggila bola juga pamit untuk istirahat juga.
Kamar Willy ada di sebelah kamar Lidya, waktu Willy melewati kamar Lidya dia melihat makanan yang Bunda tadi bawa untuk Lidya belum disentuh sama sekali padahal lampu kamarnya masih menyala. Willy penasaran dengan apa yang Lidya lakukan dikamar, dia mencoba mengintip sedikit lewat lubang kunci pintu dan melihat Lidya yang sedang asyik menggoreskan pensilnya di kertas dia meja belajar. Lidya sangat terlihat serius dan Willy memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Alarm Willy berbunyi, saatnya untuk bangun dan menonton pertandingan sepak bola. Dia cuci muka di kamar mandi dalam kamarnya dan keluar menuju ruang tv, saat melewati kamar Lidya dia melihat lampu kamar Lidya masih menyala dan makan malam Lidya juga masih utuh, dia mencoba mengintip Lidya lagi dan terlihat Lidya tertidur dengan melipatkan tangannya diatas meja. Willy tersenyum ringan.
Pertandingan sepak bola antara Barcelona dan MU sangat menegangkan, selesai pertandingan pemenangnya yaitu Barcelona yang merupakan tim kesayangan Willy, sedangkan MU yang dijagokan Ayah kalah.
Masih ada waktu untuk tidur sejenak, Willy menuju kekamarnya dan tak lupa mengintip kamar Lidya dulu. Lidya sudah bangun dan meneruskan kegiatannya, dan Willy nggak tahu apa yang Lidya lakukan sebenarnya di pagi buta seperti ini.
Adzan shubuh berkumandang, Ayah dan Bunda sholat berjama’ah, Willy sholat sendirian dikamar begitu pula dengan Lidya. Setelah itu Willy mempersiapkan semua perlengkapan sekolahnya.
Bunda menyuruh Willy turun untuk sarapan bersama.
“Lidya mana, Om?”, tanya Willy yang belum melihat Lidya di ruang makan.
“Jam segini dia baru bangun, pasti sekarang sedang mandi!”
Tapi apa yang Ayah katakan itu nggak dia lihat pagi ini, sebelum turun ke ruang makan Willy mengintip lagi dan melihat Lidya sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya, malahan sudah pakai sepatu juga.
Ketiganya selesai sarapan bersama dan Lidya akhirnya terlihat juga, dia berpamitan sama kedua orang tuanya dan Bunda membekalinya kotak makan yang berisi sandwich.
“Lidya berangkat dulu, takut telat!”, pamit Lidya.
“Kenapa nggak bareng sama aku aja?”, kalimat Willy tersebut menghentikan langkah lidya.
Ayah dan Bundapun menyuruh Lidya pergi bersama Willy kesekolah, lagipula Willy belum hafal jalan menuju sekolah dan jalan kembali kerumah. Lidya menolak tapi Ayahnya terus memaksa, akhirnya mereka berangkat berdua juga. Mobil warna merah milik Willy mulai memberlah jalan menuju sekolahan.
“Nggak sarapan dulu Ra?”, Willy mencoba mencairkan suasana.
Lidya menjawabnya singkat, “Nggak laper!”
Sesaat kemudian Lidya menguap, dia terlihat kurang tidur.
“Kamu tidur berapa jam tadi malem?”, tanya Willy lagi. “Aku sempet lihat kamu waktu shubuh, kamu sudah bangun! Tapi kata Tante sama Om, kamu itu bangunnya siang?”
Lidya mengarahkan pandangan tajamnya ke Willy. “Bisa diem nggak! Dan nggak usah ikut campur sama apa yang aku lakukan! Inget itu!”.
Willy tersenyum lebar.
Nggak lama kemudian keduanya sampai di sekolahan, Lidya bergegas turun dari mobil dan berjalan menuju kelas sendirian.
Arya dan teman-temannya mendekati Lidya. Arya adalah kakak kelas Lidya yang sangat-sangat menaruh hati pada Lidya, tapi sayangnya sampai sekarang Lidya masih saja mengacuhkannya.
“Pagi Lidya”, sapa Arya.
Lidya tersenyum ringan dan pergi meninggalkan Arya dan teman-temannya. Walau sering digituin Arya tetap setia suka sama Lidya. Sekarang Arya dan teman-temannya berjalan menuju parkiran ke arah Willy dan Dika, tadi Aya melihat Lidya turun dari mobil Willy dan dia nggak suka itu.
Arya langsung mendorong Willy ke arah belakang mobil Willy dan langsung mengancamnya. Arya nggak mau Willy dekat sama Lidya lagi, tapi ada satu hal yang nggak Arya tahu kalau Willy dan Lidya itu sekarang tinggal bersama dan orang tua Lidya menyuruh Lidya untuk selalu berangkat kesekolah bersama Willy.
Dika mencoba melerai tapi nggak bisa karena teman-teman Arya menghalanginya, tapi untungnya bel masuk berbunyi dan membuat semua itu terhenti sudah. Semuanya pergi kekelas masing-masing, Willy terlihat biasa-biasa saja dan terkesan nggak mempedulikan apa yang tadi Arya katakan padanya.
Apa kelanjutan dari kisah Laura, Willy dan Arya? Kita nantikan kelanjutannya ya :)
Jadi Yang aku Mau - part 2
0 komentar :
Post a Comment