Jadi Yang Aku Mau - Part 4

Reza nggak berani ikut campur, dia memilih masuk kamarnya dan berharap semuanya akan cepat membaik.
Disisi lain, Laura sudah benar-benar kacau. Dia nggak tahu harus bagaimana, dia benar-benar putus asa. Laura mengalihkan pandangannya kemeja belajar dan melihat sebuah gunting besar yang sering dia gunakan untuk memotong bahan. Tanpa pikir panjang dia mengambil gunting itu dan langsung menggoreskannya di pergelangan tangan kirinya hingga banyak sekali darah Laura yang berceceran dilantai.

Pikiran Reza juga kacau, dia nggak tahu harus berbuat apa dan harus bersikap seperti apa. Suasana malam itu memang panas. Darah Laura terus bercucuran dilantai kamarnya, Laura hilang kesadarannya. Reza makin bingung harus ngapain dan akhirnya dia keluar dari kamarnya, dia masih bingung harus berbuat apa, dia terus mondar-mandir didepan kamar Laura yang terkunci dari luar.

Reza menghela napas, akhirnya dia memberanikan diri untuk sedikit melihat keadaan didalam kamar Laura lewat lubang kunci yang ada dipintu.
Reza terkejut melihat keadaan didalam, “Laura!”, teriaknya keras sekali sambil mencoba membuka pintu.

Tapi dia tidak bisa, akhirnya dia turun dan memberitahukan kondisi Laura sekarang pada Ayah dan Bunda Laura. Ketiganya bergegas menuju kamar Laura dan berusaha membuka pintu itu, akhirnya pintu terbuka dan nampaklah tubuh Laura yang tergolek lemah di lantai dengan darah yang terus keluar dari pergelangan tangan kiri Laura.

“Laura”, ucap Ayah dan Bunda bersamaan.
Bunda langsung mengambil kain untuk menutupi luka Laura.
“Reza, cepat siapin mobil!” perintah Ayah Laura pada Reza.
Dengan cepat Reza ke garasi dan menyiapkan mobil, Ayah membopong Laura ke mobil, Bunda menangis histeris. Ketiganya membawa Laura kerumah sakit malam itu juga.

Mbok Ijah langsung menelpon Sari mengabarkan atas semua yang terjadi pada Laura, Sari terkejut, Citra dan Sherly yang masih ada dirumah Sari langsung menuju ke rumah sakit yang menjadi tujuan Laura diobati.

Laura langsung masuk UGD untuk mendapatkan penanganan, Bundanya ikut membantu penanganannya, Ayah dan Reza menunggu di ruang tunggu. Nggak lama kemudian Sari, Citra, dan Sherly sampai juga disana. Mereka juga menangis histeris dan mencoba meminta maaf pada Ayah Laura atas apa yang mereka lakukan tadi siang di kompetisi itu.

“Maaf mbok, Laura ada?”, tanya Arya pada Mbok Ijah.
Mbok Ijah menjawab dengan terbata-bata, “Non Laura tadi dibawa kerumah sakit.”
“Kerumah sakit? Laura sakit apa?”
“Em mm Non Laura nyoba bunuh diri.”

Setelah mendengar itu Arya langsung bergegas menuju rumah sakit yang Mbok Ijah sebutkan. Arya sangat khawatir dengan keadaan Laura seperti apa sekarang ini, tak terasa air matanya menetes ditengah perjalanan menuju rumah sakit.

“Ayah, Laura butuh banyak darah dan di PMI stok darah AB resus negatif itu kosong”, ucap Bunda yang keluar dari UGD.
Ayah langsung berdiri, “Tenang Bunda, darah Ayah sama darah Laura sama.”
Ayah langsung pergi bersama seorang suster untuk mengambil darah Ayah yang nantinya akan didonorkan kepada Laura.

“Maaf dok, hemoglobin darah dokter rendah. Jadi tidak bisa untuk didonorkan”, ucapan suster yang membuat Ayah Laura terkejut.

Ayah Laura sedikit putus asa, karena golongan darah ini sulit untuk dicari. Dengan segera Ayah Laura keluar dan menanyakan tentang golongan pengunjung yang ada dirumah sakit, dan tak ada yang satupun berdarah yang sama dengan Laura. Sampai akhirnya Arya datang, “Darah saya AB resus negative Om!”.

Terlihat Ayah Laura tersenyum lebar, segera Arya ditariknya menuju sebuah ruangan untuk mendonorkan darah. Dan ternyata setelah di cek darahnya Arya cocok untuk Laura dan hemoglobinnya mencukupi.

Laura belum juga sadar, luka ditangannya sudah dijahit tapi keadaannya belum membaik karena banyak darahnya yang terbuang.
“Aku mau jadi diri aku sendiri”, ucap lirih samar-samar Laura.
Bundanya mendengar dan membuatnya sangat merasa bersalah. Nggak lama kemudian Ayah Laura dan suster datang membawa darah untuk Laura. ada pancaran sinar harapn dari semua yang ada disitu.

Tiba-tiba Arya muncul dengan sedikit pucat karena darahnya tadi diambil, dia berjalan menuju tempat duduk yang ada diseberang tempat duduk Reza, Sari, Citra, dan Sherly. Raut muka Arya bener-bener menggambarkan kondisi dirinya yang syok akibat berita bunuh dirinya Laura.

Malam semakin larut, belum ada kabar lagi tentang Laura. Semuanya tetap menunggu Laura.
Bunda Laura keluar dan menyuruh mereka untuk pulang karena Laura sudah melewati masa kritisnya walaupun Laura belum sadar. Akhirnya mereka pulang kecuali Arya yang kekeh untuk tetap ada disitu, dan Bunda pun membiarkannya.

Malam berganti pagi, Arya terbangun dari tidurnya karena mendengar suara adzan. Ia bangkit dan pergi menuju masjid untuk melaksanakan kewajibannya. Dalam doanya tak lupa dia mendoakan yang terbaik untuk Laura, berdoa untuk kesembuhan Laura.
Setelah selesai sholat Arya kembali lagi ke ruang tunggu UGD dan bertemu dengan Ayah Laura.

“Laura sudah dipindah ke kamar perawatan, kondisi dia makin membaik.”
“Alhamdulillah”, ucap syukur Arya.
Keduanya berjalan menuju kamar rawat Laura.
Bunda sedang duduk disamping ranjang Laura, berharap anak semata wayangnya itu segera sadar dan pulih seperti semula.

Ayah datang dan langsung merangkul Bunda, “Ini salah kita. Kita yang terlalu egois.”
Bunda hanya menangis.
Mereka cukup lama ada disitu sampai akhirnya mereka keluar karena ada jadwal praktek, mereka menyuruh Arya untuk menemani Laura yang belum sadar juga. Karena semalem Arya kurang tidur, dia tertidur di samping Laura dengan posisi duduk. Wajahnya memang terlihat capek.

Nggak lama setelah Arya tertidur ada reaksi-reaksi yang menandakan Laura sudah siuman. Dia membuka matanya dan menyadari kalau sekarang dirinya ada di rumah sakit dengan Arya yang masih tertidur karena menjaganya. Laura mencoba mengangkat tangan kirinya yang masih diperban. Dia sedikit menahan rasa sakit, dengan tangan kirinya dia mencoba untuk melepaskan selang infusan serta selang transfusi darahnya tapi terhenti karena Arya yang buru-buru menghentikannya.

“Aku nggak ada hak buat hidup lagi! Aku mau pergi dari semua ini!”, ucap Laura sambil meronta.
Arya masih mencoba menahannya, “Kamu bodoh! Cara kayak gini nggak bakal nyelesein semuany!”.

Tiba-tiba ada Ayah dan Bunda Laura yang masuk kekamar dan terkejut melihat Laura, ketiganya mencoba menyadarkan Laura. Semuanya mencoba meyakinkan Laura kalau segalanya bakalan lebih baik lagi, karena Ayah dan Bundanya sudah memperbolehkan Laura jadi seperti apa yang dia mau.

“Nggak ada dokter lagi, fashion designer atau apalah itu asal kamu bahagia, Ayah dan Bunda bakalan terus ngedukung kamu”, ucap Ayah untuk meyakinkan Laura.
Tangisan Laura pecah, tapi dia sudah lebih terkontrol, Arya keluar dari kamar dan membiarkan mereka bertiga ada di dalam untuk menyelesaikan semuanya.

Lima belas menit kemudian Ayah dan Bunda keluar dari kamar Laura dengan wajah yang gembira dan menyuruh Arya untuk masuk lagi, tapi sebelumnya ada suster yang akan memberi obat untuk Laura dan ada seorang lagi yang membawa jatah makan untuk Laura.

laura & arya


Keadaan Laura mulai membaik, walaupun wajahnya masih terlihat pucat tapi suasana hatinya sekarang sangat bahagia karena dia mendapat restu akan apa yang dia sukai tersebut.
“Makan dulu ya”, Arya bersiap menyuapi Laura.
“Aku nggak laper.”
Arya memaksa, “Jangan egois, kamu nggak kasihan sama tubuh kamu?”.
Mendengar kaliamat itu Laura sedikit luluh, akhirnya dia pun memakan makanan itu.

nantikan Jadi Yang Aku Mau episode terakhir di postingan berikutnya :)



Jadi Yang Aku Mau - Part 3

Setelah sampai di lokasi mereka langsung mengambil posisi masing-masing. Citra dan Sherly membantu sebisanya, Laura sedang memotong bahan yang nanti akan dibuat baju, Sari sedang melanjutkan jahitannya, sedangkan Reza asyik memperhatikan mereka sambil mengotak-atik kamera Citra.

Sudah seminggu mereka seperti ini, karena ini semua merupakan persiapan untuk acara lomba fashion designer muda yang diadain sebuah majalah remaja yang terkenal di Indonesia. Selain dapat tropi dan uang tunai, pemenang juga menjadi pengisi tetap rubrik fashion di majalah itu.

Selain membuat beberapa stel baju, Laura juga mencoba memadu padankan baju-baju yang sudah ada dengan gayanya.
Sore itu begitu cepat berlalu, semuanya terlihat capek karena terus-terusan mempersiapkan semuanya, cuman Reza yang terlihat masih bertenaga.
Melihat semuanya kelelahan, Reza menawarkan diri untuk memasak makanan untuk mereka semua, “Aku masakin mie ya? Gimana?”.
Semuanya mengangguk! Semuanya mau! Karena semuanya lapar!

Selagi Laura, Sari, Citra, dan Sherly menyelesaikan tugasnya masing-masing, Reza sedang asyik memasak di dapur membuatkan makanan untuk keempat cewek itu.

sari, citra, sherly, laura, adibah

Dan nggak perlu waktu yang lama hidangan makan sore itu sedah selesai dan Reza membawanya ke ruang tamu, keempat cewek itu terpikat harum mie rebus buatan Reza dan mengikuti langkah Reza ke ruang tengah. Mereka berlima makan bersama-sama, sangat terasa hangat sore itu walau lelah masih mendera.

“Bunda sama Ayah kamu belum tahu tentang ini semua?”, tanya Citra pada Laura.
Belum sempat Laura menjawab, Sherly mencoba memotong pembicaraan, “Kalau tahu nggak mungkin kita semua disini!”.

Jawaban yang sangat jelas, Laura masih merahasiakan tentang apa yang dia lakukan selama ini. Karena dia tahu pasti kalau Ayah dan Bundanya masih menginginkan dia mengikuti jejak mereka menjadi seorang dokter.

Selesai untuk hari ini, mereka semua pulang kerumah masing-masing.
“Sore lagi pulangnya, pelajaran tambahan lagi?”, tanya Bunda pada Reza dan Laura waktu masuk ke ruang tengah.

Sempat Laura ingin mengiyakannya tapi keburu Reza menggunakan alasan yang lain, “Tadi aku latihan basket dulu Tante, Laura nungguin soalnya aku nggak mau Laura pulang sendiri”.
Bunda dan Ayah tersenyum dan menyuruh mereka mandi dan bersiap-siap untuk makan malam.

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Sherly dan Sari sudah ada ditempat acara, Laura bangun pagi dan pamit berangkat pagi tapi rencananya nggak berhasil karena disuruh berangkat bareng Reza. Laura langsung meng-sms Citra untuk menunggunya didepan sekolahan.

Laura menyuruh Reza bergegas berangkat ke sekolahan, sesampainya disana sudah terlihat mobil Citra yang parkir disebrang sekolahan.
“Masuk duluan aja sana, aku mau beli majalah dulu diluar”, alasan Laura untuk pergi dari Reza akhirnya keluar juga.

Reza mengiyakan dan berjalan menuju kelas bersama dengan Dika yang sudah menunggunya di koridor. Laura bergegas keluar dan setelah aman dia langsung masuk ke mobil Citra dan keduanya bergegas menuju lokasi acara fashion show.

Sampai dilokasi, sudah mulai banyak fashion designer yang lain yang mulai mengkoordinir model-modelnya. Dengan sigap Laura juga melakukan hal yang sama dan Sherly jadi salah satu modelnya.

Disisi lain Reza sedang mencari-cari sosok Laura yang tak kunjung kelihatan batang hidungnya, begitu juga dengan Citra dan juga Sherly yang ikut-ikutan menghilang. Reza mencoba menelpon ketiganya tapi nggak ada satupun yang diangkat.

Di Back stage mulai jadi riuh suasananya karena semuanya sibuk dengan apa yang akan mereka tampilkan nanti, begitu juga dengan Laura yang terus mencoba menyempurnakan penampilan model-model yang memperagakan baju-baju karyanya.

Dan waktunya tiba! Semua siap di posisinya amsing-masing, saatnya untuk menampilkan karya-karya mereka di khayalak ramai. Sudah banyak remaja-remaja putri maupun putra yang memenuhi bazar itu dan memenuhi tempat acara fashion show.

Laura, Citra, Sari, dan Sherly berdoa bersama-sama agar semuanya berjalan lancar dan berharap mereka dapat mendapatkan hasil yang maksimal.

Satu persatu model dari Laura berjalan di cat walk dengan percaya diri, banyak tepuk tangan yang mengiringi langkah tiap-tiap model. Itu semua membuat Laura makin tegang, dan saatnya Sherly keluar dan itu tandanya baju terakhir yang akan diperagakan dan saatnya untuk Laura keluar untuk memberi hormat serta mendapatkan rangkaian bunga.

Waktunya istirahat untuk para peserta dan waktunya untuk juri merekap nilai dan menentukan pemenang yang akan menjadi pengisi rubrik fashion dimajalan tersebut. Laura, Sari, Sherly dan Citra memutuskan untuk membereskan barang-barang yang mereka bawa terlebih dahulu baru nanti makan siang.

“Kita pasti menang! Lihat sendirikan tadi gimana respon orang-orang”, ucap Citra optimis.
Keempatnya berharap yang terbaik untuk hari ini, karena mereka sudah berusaha keras untuk kompetisi yang bergengsi ini.

Belum selesai mereka makan, para juri akan segera mengumumkan siapa yang menjadi pemenang kompetisi ini alhasil mereka menghentikan makan mereka dan keluar untuk mendengar pengumuman pemenangnya.

“Untuk juara pertama kompetisi fashion designer remaja tahun ini, diraih oleh,” para peserta kompetisi diam dengan tetap berdoa.
Terdengar riuh teriakan penonton menyebutkan nama jagoannya.
“Laura Design! Selamat, Laura Design mendapat juara pertama.”, ucap Juri kompetisi itu.

Sontak keempatnya bersorak gembira diiringi pendukung Laura yang juga suka akan baju-baju rancangan Laura. Laura, Sari, dan Sherly naik kepentas untuk mendapatkan hadiah dan berfoto bersama. Dari kejauhan banyak kamera-kamera yang menangkap momen spesial itu termasuk mata kamera Citra yang sedari tadi berkedip-kedip untuk menangkap momen.

Di sisi lain Reza sedang menunggu Laura dirumah Sari yang sepi karena memang Sari dan Mbok Ijah tidak ada dirumah. Reza menunggu Laura dan tidak pulang duluan agar Ayah dan Bunda Laura tidak mencurigai dan bertanya-tanya dimana keberadaan Laura.

Akhirnya Laura, Sari, Citra dan Sherly sampai di rumah Sari.
Reza bergegas menghampiri Laura yang baru keluar dari mobil, “Dari mana aja kalian?”.
Laura tersenyum dan menunjukkan pialanya serta foto kemenangannya tadi. “Kita menang kompetisi Za!”.

Mendengar hal itu Reza tersenyum senang dan langsung menghadiahkan pelukan hangat untuk Laura. Usaha mereka selama ini akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan, usaha mereka nggak sia-sia.

“Sudah malem Ra, ayo kita pulang! Kamu nggak mau kan kalo Ayah dan Bunda kamu sampai curiga?”, kalimat Reza yang membuyarkan semuanya.
Laura yang sedari tadi sudah berpakaian seragam SMA lagi langsung masuk ke mobil Reza tanpa pamitan pada semuanya, Reza pun langsung masuk dalam mobilnya. Sari, Citra dan Sherly sibuk menyimpan lagi baju-baju dan piala hasil kompetisi tadi. Sungguh hari yang melelahkan.

Nggak sampai lima menit Reza dan Laura sampai dirumah dan keduanya langsung dibukakan pintu oleh Mbok Ijah.
“Ayah sama Bunda dimana mbok?”, tanya Laura untuk memastikan.
“Ibu sama Bapak lagi nonton tv di ruang tengah Non.”
Keduanya lalu masuk keruang tengah.
“Ayah..”, suara Laura seketika itu juga menghilang.

Dihadapannya ada Ayah dan Bunda yang sedang menonton berita tentang kompetisi yang Laura ikuti tadi. Seketika itu juga Ayah dan Bunda Laura geram dan langsung meminta penjelasan pada Laura.

“Sudah Ayah bilang! Jauhi dunia itu! Ayah mau kamu jadi dokter, bukan jadi apalah itu seperti mimpi kamu!”, Ayah benar-benar marah.

Laura menangis, Bundanya juga memarahinya, Reza terdiam, ingin dia membela Laura tapi apa daya dia tidak bisa. Semuanya sudah terlambat. Ayah Laura berjalan menuju kamar Laura sambil menarik rambut Laura, Laura mengerang kesakitan. Didalam kamar, Ayah mengobrak-abrik semua isi lemari Laura dan menemukan banyak kertas-kertas gambar rancangan baju buatan Laura, disobeknya semua itu tanpa tersisa.

Tangisan Laura tak menyurutkan langkah Ayah untu menghentikan apa yang ia lakukan. Sekarang kamar Laura berantakan, sobekan-sobekan kertas berceceran dilantai, Laura terduduk dilantai dengan terus menangis dan mencoba memunguti sobekan-sobekan kertas itu.

“Pikirkan semua kesalahan kamu! Kamu boleh keluar kalau kamu sudah sadar atas kesalahan kamu!”, bentak Ayah yang langsung mengunci rapat pintu kamar Laura.

Bagaimana Kelanjutan ceritanya? akankah laura mendapat ijin dari Ayahnya? kita tunggu episode berikutnya ya :)

episode sebelumnya :

Bahasa Bencong ( NGAKAK )

Mau tahu kamus bahasa bencong, apa-apa saja yang sering diucapkan bencong, kata-kata bencong yang ada di pasaran? Ini dia kami sajikan kamus lengkap bahasa bencong. Ngomong-ngomong tentang bahasa bencong, kata BENCONG itu dibentuk dari kata BANCI yang disisipi bunyi dan ditambah akhiran ONG. Huruf vokal pada suku kata pertama diganti dengan huruf E. Huruf vokal pada suku kata kedua diganti dengan ONG. Bagi sahabat yang merasa macho dan keker jangan coba-coba menggunakan bahasa ini untuk berkomunikasi dengan teman-teman anda tentunya. Daftar bahasa ini hanya boleh digunkan dalam habitat aslinya, tidak untuk anak kecil dan jauhkan dari jangkauan anak-anak. Karena bahan mudah terbakar dan besifat racun.

Misalnya:
Makan - mekong
Sakit - sekong
Laki - lekong
Lesbi - lesbong
Mana - menong
pokoknya serba NONG




Ada juga waria atau bences yang kemudian ngeganti tambahan ONG dengan ES sehingga bentuk katanya menjadi:

Banci - bences
Laki - lekes
Akika = Aku
Begindang = Begitu
Belalang = Beli
Belenjong = Belanja
Beranak Dalam Kubur = Berak
Cacamarica = Cari
Cucok = Cocok
Cumi = Cium
Capcus = Pergi
Diana = Dia
Endaaaaaaaaaang = Enak
Eike = Aku
Ember = Emang
Gilingan = G1la
Hamidah = Hamil
Hima Layang = Hilang
Jali-Jali = Jalan-Jalan
Jayus = joke-garing
Jijay Markijay = Jijik
Kanua = Kamu
Kawilarang = kimpoi
Kesindaaaang = Kesini
Kemindang = Kemana
Kencana = Kencing
Kepelong = Kepala
Kesandro = Kesana
Krejong = Kerja
Lambreta = Lambat
Lapangan Bola = Lapar
Lekong = Laki-laki
Maharani = Mahal
Makarena = Makan
Maluku = Malu
Mandole = Mandi
Mataram = Mati
Mawar = Mau
Merekah = Marah
Metong = Mati
Minangan = Minum
Motorola = Motor
Mukadima = Muka
Mursida = Murah
Nanda = Nanti
Naspro = Nasi
Organ = Orang
Organ Tunggal = Orang Tua
Pere = Perempuan
Pertiwi = Perut
Piur = Pergi
Rambutan = Rambut
Sastra = Satu
Sekong = Sakit
****** = Siapa
Sirkuit = Sedikit
Soraya Perucha = Sakit Perut
Tinta = Tidak

Keluarga Jayus Tambunan - Part 1 (perkenalan)

Kenalin nama gue jayus, lengkapnya jayus triadi tapi biasa dipanggil jayus tambunan sama temen-temen gue, kata mereka wajah gue mirip gayus, padahal menurut gue, gue lebih mirip sama indro warkop hha. Kebayang kan kolaborasi antara indro & gayus?. Gue mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas kurang terkenal di kota gue.

Well , gue tinggal di sebuah keluarga yang menurut gue cukup freak, bokap gue seorang pegawai kelurahan, selintas ga ada yang aneh sama bokap gue, tapi sejak muncul idol group JKT 48, bokap gue sering ngedance, parahnya bokap gue pernah ngirim video dance cover mereka. Bayangin dah setiap ada lagu dari jkt 48, bokap gue langsung ngedance ga jelas gitu. Kalo udah gitu jurus jitu gue adalah pura pura mati, bahkan pas di mall bokap gue kumat, gue langsung nyamar jadi patung manekin.
ilustrasi jayus

Yang kedua nyokap gue, do’i ga kalah freaknya, tiap hari Cuma main game perjuangan semut di fb, sikapnya juga aneh, do’i lebih sering menirukan gaya dari pembawa acara gossip. Kata kata andalan nyokap gue adalah “ Akankah, kasus yang menimpa si A akan diteruskan di ranah Hukum? “ dengan menirukan gaya fenny rose.


Yang terkahir adalah dua adik gue, Ngipin & Ngupin, mereka yang paling freak dan paling aneh diantara keluarga gue. Mereka kembar (katanya) sebenarnya gue ragu kalo mereka kembar, walaupun wajah mereka terlihat mirip, tapi Anu mereka beda. ‘ ini yang bodo gue apa yang baca ya? ‘ kembar ga harus sejenis kelamin masbro mbabro. Kedua adik gue ini baru umur 6/7 gue lupa hehe. Nah si ngipin ni cwe, kalo cwe lain seumurannya kan demen tuh main boneka barbie, nonton barbie, nah ini adik gue ngipin emang sih main boneka, tapi sukanya main boneka jenglot, nah kebayang kan punya adik kaya gini, oke mungkin segi positifnya adik gue mungkin jadi penerus eyang subur. Yang kedua Ngupin, dia cwo tuh, dia mungkin yang paling normal diantara keluarga gue, hobinya juga sama kaya anak kecil lain. Nah kekurangannya dia tuh oon banget, mungkin Tuhan ngasih otak, adik gue beli yang KW bukan ori kali ya.
Nah besok rencananya keluarga gue mau pindah rumah nih, masih sekota sih, hha padahal gue pengin banget pindah dari planet ini, mungkin itu satu-satunya cara buat ngilangin rasa malu gue hhe.

Pengin tau lanjutan cerita ga penting gue pindah rumah? Nantikan kelanjutannye ya
*nb : jangan dibaca kalo anda mempunyai tekanan darah O :D

Look At Me Now - Part 2

Kelas yang tadinya sunyi menjadi sedikit gaduh karena ulah Rendy yang ingin pindah tempat duduk agar bisa dekat dengan Bey, dan apa yang dilakukannya itu berhasil dia duduk disebelah Bey.

“Hy Bey. Masih kenal aku kan?”, tanya Rendy dengan nada manis.

Tapi sayangnya Bey nggak suka dengan apa yang dilakukan Rendy itu, dia memilih angkat kaki dari kelas itu. Pergi tanpa pamit dulu dengan dosen yang ada. Melihat hal itu dosen yang tengah menulis soal menjadi heran. Rendy langsung ikut-ikutan keluar meninggalkan kelas untuk mengejar Bey.

Di luar kelas Rendy mencari kemana arah Bey pergi tapi ia tak melihatnya. Rendy menuruni tangga dan bertemu dengan seseorang, ia menanyakan apa orang itu tadi melihat Bey. Dan ternyata jawabannya, “Ya, dia lari kearah taman”.

Rendy bergegas mengejar lagi dan akhirnya nampak lah sosok Bey yang sedang berjalan menuju taman kampus. Ditariknya tangan kanan Bey dan Bey langsung membalikkan badannya karena terkejut ada yang meraih tangannya.





“Lepasin aku!”, teriak Bey. Tapi Rendy tetap memegang tangannya.

Sedetik kemudian Rendy memeluk tubuh Bey dengan kencang sampai Bey tak kuasa untuk melepaskan pelukan Rendy.

“Maafin aku! Maaf atas semua kesalahanku sama kamu! Aku nyesel, aku nyesel ngelakuin itu sama kamu!”, Rendy sedikit terisak dan Bey merasa sesak. “Ternyata pindah ke luar negeri tetap nggak bisa buat aku lupa sama kamu, aku selalu ingat kamu! Hanya kamu yang aku pikirkan selama tiga tahun ini.”

Bey sudah menyerah tidak melakukan perlawanan, dia diam dan mendengarkan semua yang Rendy katakan.

“Sepertinya aku nggak bisa mikirin cewek lain selain kamu! Kayaknya aku jadi beneran cinta sama kamu! Aku cinta sama kamu!”, nada ucapan Rendy semakin serius.

Bey melepaskan pelukan Rendy, “Kamu jahat!” ucapnya sambil menampar pipi kiri Rendy.

Tapi Rendy malah tersenyum senang, dia bilang kalau ini juga salah satu yang ingin dia rasakan dari tangan Bey, selama tiga tahun ini dia ingin Bey memberinya sebuah tamparan.

“Aku nggak nyangka kamu bakalan berubah seperti sekarang ini, tapi semua itu sekarang nggak penting! Aku benar-benar cinta kamu gimanapun kamu dan bagaimanapun penampilan kamu!”

Bey tetap nggak percaya walaupun dihatinya mulai ada yang jujur kalau dia juga selama ini menunggu sosok cowok yang dulu menyakitinya untuk kembali melihat dirinya. “Lihat aku sekarang, banyak cowok yang suka sama aku! Dan sekarang aku bukan cewek yang mudah percaya sama perkataan cowok lagi! Aku nggak percaya sama semua omongan kamu!”

Rendy terlihat terkejut karena Bey belum juga mempercayai kata-katanya. Dia membuka tasnya hendak menunjukkan sesuatu, di dalam dompet Rendy ternyata ada foto Bey yang dulu waktu masih bersama dengan Rendy dan bukan cuma 1 foto tapi banyak foto. Rendy juga membawa gelang pemberian Bey yang dulu sempat dia buang. Dan sapu tangan milik Bey yang dia ambil sebelum dia pergi ke Singapura.

Semua itu membuat Bey sedikit terkesan dan mulai luluh, percaya akan semua perkataan Rendy.

“Sumpah! Aku cinta kamu! Aku cinta kamu tanpa ada paksaan ataupun tekanan, aku tulus mencintai kamu! Please, aku ingin kita pacaran kayak dulu lagi! Aku ingin memperbaiki semuanya, aku ingin kamu jadi pacarku! Kamu mau kan?”, Rendy meraih kedua tangan Bey.

Cukup lama keduanya terdiam, Bey bingung mau berkata apa dia meneteskan air matanya dan Rendy terus menunggu jawaban dari Bey.

Dengan sedikit terisak Bey akhirnya menjawab juga, “Aku juga nggak bisa lupain kamu, aku nungguin kamu datang sampai sekarang ini!”

Mendengar kalimat yang Bey ucapkan Rendy langsung memeluk tubuh Bey lagi dengan penuh suka cita dan diiringi senyuman yang mengembang.

 --- Tamat ---

Episode 1
Look at me now part 1 

Jadi Yang Aku Mau - part 2

Jam pelajaran pertama di kelasnya Reza dan Laura itu mata pelajaran Fisika, terlihat jelas kalau gurunya itu killer tapi itu nggak masalah bagi Laura yang mulai kantuk karena semalam begadang. Reza melihat kearah Laura yang makin mengantuk, dia tersenyum dan tiba-tiba Dika nyerobot bicara.

“Ya gitulah Laura, cantik tapi gitu. Oh ya, bentar lagi pasti dia minta keluar kelas tuh. Kalau nggak ke UKS ya ke kantin, atau apalah terserah dia.”

Reza terlihat bingung dengan apa yang Dika katakan, disisi lain Laura sudah tertidur dengan nyenyak. Dika menggunakan bahasa tubuh untuk mengarahkan Reza melihat ke papan tulis. Di depan pak guru baru saja selesai menuliskan soal dan menyuruh semuanya mengerjakan, Reza langsung saja mengerjakan karena dia itu merasa bisa, tidak dengan Dika yang bingung gimana cara mengerjakannya.

Dika melihat Reza yang mulai mengerjakan, “Weitzzz, bisa kamu ngerjain itu?”. Tanya Dika nggak percaya.

laura :)
Reza hanya tersenyum lalu melirik ke arah Laura yang masih tertidur, dan diapun mengerjakan soal itu kembali. Terdengar langkah kaki berjalan disamping Reza, dan itu ternyata langkah pak guru yang berjalan ke tempat duduk Laura. Tiba-tiba pak guru memukul meja Laura dan membuat Laura melonjak karena kaget.

Dengan ringan sambil membuka matanya dia berkata, “Ada apa sih pak?”.

Pak guru memberikan board marker pada Laura, “Kerjakan soal yang didepan”.

Laura mengalihkan pandangannya ke papan tulisan sejenak dan kelmbali lagi memandang gurunya, mata Laura seolah-olah berkata sesuatu kalimat yang membuat pak guru paham apa yang Laura kamsud.

“Maksudnya apaan tuh Dik?”, tanya Reza yang masih belum tahu semuanya.

“Lihat aja!”, jawab Dika singkat.

Pak guru meletakkan board markernya diatas meja Laura, “Lakukan apa yang kamu mau lakukan!”.

Reza makin bingung dengan perkataan pak guru tadi. Mendengar perkataan pak guru, Laura meraih board marker yang ada di mejanya dan bangkit berjalan menuju papan tulis.

Sejenak dia membaca soal dengan seksama dan sedetik kemudian dia mulai menggoreskan board markernya di papan tulis. Dengan wajah yang terlihat lusuh karena habis tidur, Laura terus menyelesaikan soal yang pak guru buat.

Dika mulai membandingkan jawaban Reza dengan yang Laura tulis didepan, dan ternyata hasilnya sama, tapi Laura lebih meringkas jawabannya agar dapat dimengerti semuanya. Laura menutup board markernya dan berjalan ke arah pak guru, dia menyerahkan board marker pada pak guru lalu dia berjalan menuju tempat duduknya dan mengambil tasnya.

Laura berjalan kearah pak guru yang sedang mengoreksi jawaban Laura. “Boleh saya keluar?”, tanya Laura singkat.

Pak guru nggak bicara apa-apa, dia mempersilakan Laura keluar dengan menganggukan kepalanya.

“Itu tandanya kalau jawabannya itu benar!”, terang Dika  pada Reza yang terlihat terkejut melihat Laura seperti itu.

Laura keluar dari kelas dan berjalan menuju kantin sendirian, ada Arya dan teman-temannya di kantin yang sedang istirahat sehabis olah raga, Laura memilih duduk sendiri tapi Arya melihatnya dan berjalan menuju tempat duduk Laura.

Arya membawa sebotol minuman dan memberikannya pada Laura, “Mau sarapan ya? Ini minumannya.”

Laura tersenyum, “Makasih, tapi aku lagi pengen duduk sendiri nih!”.

Ok! Arya mengerti, dia memang sabar orangnya kalau sedang menghadapi Laura yang memang keras kepala. Arya pergi menjauh dari Laura dengan senyuman yang tak hentinya. Arya termasuk idola di sekolahan, banyak cewek-cewek yang mengejar-ngejarnya apalagi dia itu seorang kapten tim basket sekolahan itu, tapi hati Arya tetap tertuju untuk Laura entah karena apa tapi Arya begitu sayang dan suka sama Laura.

Laura mulai menyantap bekal dari Bundanya, dari jauh Arya curi-curi pandang memperhatikannya. Laura asyik dengan apa yang dia lakukan saat itu, makan sambil menggambar sketsa rancangan baju buatannya sendiri. Dia memang sangat mencintai fashion, dan sangat berbakat dalam hal rancang baju tanpa diketahui orang tuanya. Karena kedua orang tua Laura nggak mau Laura jadi fashion designer, orang tuanya mau Laura mengikuti jejak mereka menjadi seorang dokter yang handal.

Kembali lagi ke Laura yang ternyata sudah selesai sarapan dan kembali melanjutkan menyelesaikan gambarnya.

Bel istirahat berbunyi nyaring, Laura memasukkan buku gambarnya ke dalam tas juga kotak makannya. Arya kembali lagi mendekati Laura, kali ini Laura agak dingin dan membiarkan Arya duduk bersamanya. Tiba-tiba Citra dan Sherly datang mengagetkan keduanya, disusul Reza dan Dika yang kemudian duduk bersama Laura, Arya, Citra, dan Sherly.

“Waw! Nggak nyangka ternyata kamu kayak gini. Keren!”, Reza memuji Laura.

Tapi Laura malah menatap tajam Reza, “Jangan ceritain apapun yang terjadi di sekolahan, sama Ayah dan Bunda! Kalau kamu cerita, aku jamin kamu nggak akan betah dirumah!”, ancam Laura.

Reza mengiyakan dan berjanji nggak akan cerita apapun sama kedua orang tua Laura. Disisi lain Arya bingung kenapa Laura membahas-bahas tentang rumah dan orang tuanya, apa mereka berdua tinggal serumah? Itu yang langsung Arya tanyakan, dan Laura nggak menjawab apa-apa malah melanjutkan meminum minuman yang Arya berikan tadi. Melihat Arya penasaran, Reza menjawab pertanyaan Arya dengan lengkap dan jelas.

Kemudian mereka ngobrol dengan akrab sambil menikmati makanan yang mereka pesan. Tiba-tiba Lura pergi meninggalkan semua, dia berjalan membawa tasnya menuju kelas kembali dibelakangnya ada Arya yang mengikuti dia diam-diam. Sampai dikelas dia langsung duduk di tempat duduknya dan mulai merebahkan tubuhnya dimeja dan mulai menutup matanya.

Arya tersenyum melihat Laura yang ternyata mau tidur itu, waktu dia berbalik akan pergi ada Reza yang membuatnya kaget, tapi Arya langsung berlalu dan membiarkan Reza ada disana.

Bel pulang sekolah berdering nyaring hingga memekakan telinga, Laura, Citra, dan Sherly bergegas keluar dari kelas. Dibelakang mereka ada Reza yang membuntuti, Laura mengetahui hal itu lalu menghentikan langkahnya dan berjalan menuju Reza, Laura menyuruh Reza untuk pulang sendiri, tapi Reza memaksa untuk ikut mereka bertiga seperti halnya hari-hari kemarin.

Dan hari ini Reza ikut mereka bertiga lagi. Reza bersama Laura menaiki mobil Reza, Citra dan Sherly menaiki mobil Citra, mereka berempat bergegas menuju basecamp mereka yaitu di rumah Sari. Sari merupakan anak dari Mbok Ijah yang kerja jadi tukang masak di rumah Laura, Sari sekolah di SMK jurusan Tata Busana dan karena itu Sari dan Laura membuka sebuah online shop baju-baju cewek yang modis.

nantikan kisah selanjutnya ya :), ini part 1 nya :
Jadi Yang Aku Mau - Part 1

Jadi Yang aku Mau - Part 1

“Kenapa baru pulang?”, tanya Ayah pada Lidya yang baru pulang kerumah. Lidya tidak langsung menjawab, dia melihat ada sosok seseorang yang baru dia lihat. “Bunda, siapa tuh?”Orang yang Lidya maksudpun berdiri dan memperkenalkan dirinya pada Lidya yang masih mengenakan seragam sekolahnya. “Aku Willy”, sembari mengulurkan tangannya.

Lidyapun meraihnya dan mulai memperkenalkan dirinya juga. Setelah selesai berkenalan Bunda menceritakan semuanya, menceritakan siapa itu Willy dan kenapa dia disana. Willy itu anak dari teman kuliah Ayah dan Bundanya dulu waktu kuliah, teman Ayah dan Bundanya itu sudah menetap di Singapura sejak Willy masuk SMP, tapi karena Willy gak begitu kerasan dan pengen banget pindah lagi ke Indonesia, jadi dia di rumah Lidya sekarang.

“Dia sekelas sama kamu! Tapi tadi dia nggak lihat kamu ada dikelas, kamu bisa jelasin itu semua?”, tanya Ayah dengan tegas.

Lidya terlihat berfikir seperti mencari-cari alasan untuk menjawab pertanyaan dari Ayahnya itu, “Ah, Ayah, Bunda, Willy, aku ke kamar dulu ya. Aku kotor aku belum mandi”. Pamit Lidya untuk menghindari pertanyaan Ayahnya dan bergegas naik ke lantai 2 rumahnya menuju kamar.

Belum sempat ia mengunci pintu kamar, Ayahnya menghentikan langkahnya dan memeriksa isi tas Lidya dan Ayahnya menemukan apa yang tidak ia sukai. “Jadi karna ini?! Hah?!!!”, Ayah mulai merobek majalah fashion yang ada di tas Lidya beserta beberapa sketsa rancangan bajunya.


Lidya
Lidya mencoba mencegah tapi sudah terlambat, semuanya dirobek-robek didepan matanya dan langsung dilemparkan ke wajah Lidya, Ayah pergi meninggalkan Lura yang mulai menangis.

Dengan air mata yang mulai menetes Lidya memungut carikan-carikan kertas yang berserakan dilantai dan langsung membawanya masuk kekamar. Di kuncinya pintu rapat dan mulai membersihkan dirinya di kamar mandi.

Di ruang tengah Ayah sedang asyik main catur sama Willy dan nggak lama kemudian Bunda datang dan menyuruh mereka berhenti bermain dan pindah ke ruang makan untuk makan malam bersama-sama. Bunda juga naik ke lantai atas ke kamar Lidya untuk mengajaknya makan malam bersama, tapi Lidya menolaknya, dia nggak lapar.

“Lidya nggak ikut makan, Tante?”, tanya Willy yang sudah duduk bersama Ayah Lidya.

Bunda menggelengkan kepala.

Ayah menyuruh Bunda duduk dan membiarkan Lidya tetap diatas, tapi Bunda nggak tega dan mulai mengambilkan makanan untuk Lidya dan langsung mengantarkannya ke kamar Lidya. Lidya tidak membuka pintu kamarnya dan masih asyik mengerjakan apa yang dia sukai.

“Ya sudah, makanannya Bunda taruh di meja ini ya.”

Bunda kembali turun dan mulai menikmati makan malam bersama Ayah dan juga Willy.

Setelah selesai makan amalam bersama, Willy pamit untuk tidur karena dini hari nanti akan ada pertandingan bola tim kesayangannya. Ayah yang juga penggila bola juga pamit untuk istirahat juga.

Kamar Willy ada di sebelah kamar Lidya, waktu Willy melewati kamar Lidya dia melihat makanan yang Bunda tadi bawa untuk Lidya belum disentuh sama sekali padahal lampu kamarnya masih menyala. Willy penasaran dengan apa yang Lidya lakukan dikamar, dia mencoba mengintip sedikit lewat lubang kunci pintu dan melihat Lidya yang sedang asyik menggoreskan pensilnya di kertas dia meja belajar. Lidya sangat terlihat serius dan Willy memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

Alarm Willy berbunyi, saatnya untuk bangun dan menonton pertandingan sepak bola. Dia cuci muka di kamar mandi dalam kamarnya dan keluar menuju ruang tv, saat melewati kamar Lidya dia melihat lampu kamar Lidya masih menyala dan makan malam Lidya juga masih utuh, dia mencoba mengintip Lidya lagi dan terlihat Lidya tertidur dengan melipatkan tangannya diatas meja. Willy tersenyum ringan.

Pertandingan sepak bola antara Barcelona dan MU sangat menegangkan, selesai pertandingan pemenangnya yaitu Barcelona yang merupakan tim kesayangan Willy, sedangkan MU yang dijagokan Ayah kalah.

Masih ada waktu untuk tidur sejenak, Willy menuju kekamarnya dan tak lupa mengintip kamar Lidya dulu. Lidya sudah bangun dan meneruskan kegiatannya, dan Willy nggak tahu apa yang Lidya lakukan sebenarnya di pagi buta seperti ini.

Adzan shubuh berkumandang, Ayah dan Bunda sholat berjama’ah, Willy sholat sendirian dikamar begitu pula dengan Lidya. Setelah itu Willy mempersiapkan semua perlengkapan sekolahnya.

Bunda menyuruh Willy turun untuk sarapan bersama.

“Lidya mana, Om?”, tanya Willy yang belum melihat Lidya di ruang makan.

“Jam segini dia baru bangun, pasti sekarang sedang mandi!”

Tapi apa yang Ayah katakan itu nggak dia lihat pagi ini, sebelum turun ke ruang makan Willy mengintip lagi dan melihat Lidya sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya, malahan sudah pakai sepatu juga.

Ketiganya selesai sarapan bersama dan Lidya akhirnya terlihat juga, dia berpamitan sama kedua orang tuanya dan Bunda membekalinya kotak makan yang berisi sandwich.

“Lidya berangkat dulu, takut telat!”, pamit Lidya.

“Kenapa nggak bareng sama aku aja?”, kalimat Willy tersebut menghentikan langkah lidya.

Ayah dan Bundapun menyuruh Lidya pergi bersama Willy kesekolah, lagipula Willy belum hafal jalan menuju sekolah dan jalan kembali kerumah. Lidya menolak tapi Ayahnya terus memaksa, akhirnya mereka berangkat berdua juga. Mobil warna merah milik Willy mulai memberlah jalan menuju sekolahan.

“Nggak sarapan dulu Ra?”, Willy mencoba mencairkan suasana.

Lidya menjawabnya singkat, “Nggak laper!”

Sesaat kemudian Lidya menguap, dia terlihat kurang tidur.

“Kamu tidur berapa jam tadi malem?”, tanya Willy lagi. “Aku sempet lihat kamu waktu shubuh, kamu sudah bangun! Tapi kata Tante sama Om, kamu itu bangunnya siang?”

Lidya mengarahkan pandangan tajamnya ke Willy. “Bisa diem nggak! Dan nggak usah ikut campur sama apa yang aku lakukan! Inget itu!”.

Willy tersenyum lebar.

Nggak lama kemudian keduanya sampai di sekolahan, Lidya bergegas turun dari mobil dan berjalan menuju kelas sendirian.

Arya dan teman-temannya mendekati Lidya. Arya adalah kakak kelas Lidya yang sangat-sangat menaruh hati pada Lidya, tapi sayangnya sampai sekarang Lidya masih saja mengacuhkannya.

“Pagi Lidya”, sapa Arya.

Lidya tersenyum ringan dan pergi meninggalkan Arya dan teman-temannya. Walau sering digituin Arya tetap setia suka sama Lidya. Sekarang Arya dan teman-temannya berjalan menuju parkiran ke arah Willy dan Dika, tadi Aya melihat Lidya turun dari mobil Willy dan dia nggak suka itu.

Arya langsung mendorong Willy ke arah belakang mobil Willy dan langsung mengancamnya. Arya nggak mau Willy dekat sama Lidya lagi, tapi ada satu hal yang nggak Arya tahu kalau Willy dan Lidya itu sekarang tinggal bersama dan orang tua Lidya menyuruh Lidya untuk selalu berangkat kesekolah bersama Willy.

Dika mencoba melerai tapi nggak bisa karena teman-teman Arya menghalanginya, tapi untungnya bel masuk berbunyi dan membuat semua itu terhenti sudah. Semuanya pergi kekelas masing-masing, Willy terlihat biasa-biasa saja dan terkesan nggak mempedulikan apa yang tadi Arya katakan padanya.

Apa kelanjutan dari kisah Laura, Willy dan Arya? Kita nantikan kelanjutannya ya :)

Jadi Yang aku Mau - part 2